|
gambar dari google |
Baru saja saya membaca berita di CNBC Indonesia tentang gempa di Bali yang berkekuatan 5,1 Magnitude yang terjadi pada pukul 17:21:39 WIB. Diberitakan bahwa lokasi gempa ini berada di 21 kilometer barat daya Buleleng. Diberitakan juga bahwa kedalaman gempa adalah 10 kilometer dan tidak menyebabkan tsunami, seperti disiarkan dari
BMKG - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Gempa ini mengingatkan saya pada gempa yang terjadi di Jogja tahun 2006 lalu. Waktu itu saya tinggal di daerah Ngasem, yang masih berada di lingkungan Keraton Yogyakarta. Saat itu pagi sekitar jam 5 pagi saya berada di dalam dalam toko untuk belajar.
Tiba-tiba saja lantai terasa bergoyang dan lampu-lampu yang berada di toko bergelantungan, tepat di atas kepala saya. Saat itu saya masih bingung antara gempa atau bukan, karena dari dalam saya mendengar suara menderu seperti suara pesawat yang lewat di atas atap.
Saya mencoba lari ke ruangan toko satunya, lampu-lampu juga berayun keras sekali. Saya katakan lampu-lampu karena toko kami menjual barang-barang antik termasuk lampu-lampu antik. Banyak barang-barang di toko juga jatuh ke lantai dan pecah.
Untung saja barang-barang sebagian besar adalah perunggu jadi tidak mudah pecah. Yang pecah adalah barang-barang yang terbuat dari kaca.
Kemudian saya keluar ke halaman belakang toko. Di luar saya perhatikan debu beterbangan di atas. Debu ini adalah karena beberapa bagian tembok yang rontok. Kebetulan bangunan toko adalah bangunan kuno Belanda dengan tembok yang tebal. Namun karena tembok kuno, lapisan luarnya gampang sekali rontok.
Beberapa waktu kemudian gempa-gempa kecil bermunculan. Saat kami berkumpul di pinggir jalan raya, mulai terlihat banyak orang dibonceng dengan becak dari arah pasar Ngasem menuju rumah sakit. Semuanya dalam kondisi luka-luka.
Secara berkelanjutan gempa susulan datang. Yang paling terasa adalah saat jam 8 pagi, dengan jelas sekali bisa saya lihat tiang listrik bergoyang karena gempa susulan. Saya juga menyaksikan langsung salah satu tembok toko di depan saya rontok ke jalan.
Di balik kagetnya saya akan gempa ini, ada kejadian lucu yang saya lakukan, sehingga saya ditertawakan oleh orang-orang di sekitar saya.
Jadi karena saya kebelet untuk buang air besar, saya pun pergi ke kamar mandi. Selang beberapa saat di kamar mandi, saya dengar orang-orang di depan toko berteriak "air...air...air...".
Dengan refleks saya menuangkan air ke ember di kamar mandi dan berlari ke pinggir jalan membawa air tersebut. Sontak orang-orang yang berdiri di depan melihat aneh kepada saya dan akhirnya tertawa.
Jadi saat mendengar teriakan air, yang muncul di pikiran saya adalah ada kebakaran di depan. Saya berpikir demikian karena tetangga toko saya adalah warung makanan yang menjual masakan Cina yang saat itu kompornya menyala. Asumsi saya saat itu adalah kebakaran karena kompor.
Namun ternyata teriakan air-air adalah untuk mengabarkan bahwa ada air dari arah selatan menuju ke kota, yang ternyata adalah hoax. Bahkan karena hoax ini kami sempat berkendara motor dari Jogja sampai ke Delanggu.
Karena hoax tersebut kami ikut berdesak-desakan dengan pengendara lain di padatnya jalan karena kepanikan warga dengan hoax ada tsunami. Sepanjang perjalanan banyak sekali kendaraan yang menuju ke arah Solo dan kami adalah salah satunya.
Saat itu kami tidak berkendara ke arah utara karena gunung Merapi juga sedang batuk-batuk. Jadi ibaratnya dari utara dan selatan ada bencana datang. Makanya kami berkendara ke arah timur dan sampai di Delanggu.
Untungnya sampai di Delanggu kami memutuskan untuk kembali lagi ke Jogja. Kami sangat kesal saat itu karena ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab menyebarkan berita bohong soal tsunami.
Malam harinya, kami tidur di emperan toko, disertai hujan. Kami takut gempa susulan datang lagi.
Komentar
Posting Komentar